Rabu, 12 Januari 2011

Psikologi Industri dan Penyakit Akibat Kerja


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam pekerjaannya tidak merupakan mesin yang bekerja begitu saja, tanpa perasaan, pikiran dan kehidupan sosial, karena manusia merupakan sesuatu yang paling kompleks. Maka demikian pula dengan seorang pekerja memiliki perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, dan kehidupan sosial. Dan faktor-faktor tersebut yang menyebabkan pengaruh yang tidak sedikit terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaannya.
Pekerjaan apapun akan menimbulkan reaksi psikologis bagi yang melakukan pekerjaan itu. Reaksi ini dapat bersifat positif maupun bersifat negatif. Reaksi yang bersifat positif misalnya; senang, bergairah, dan merasa sejahtera, sedangkan reaksi yang bersifat negatif misalnya; kebosanan atau kejenuhan, acuh, tidak serius dan sebagainya. Jika dalam pekerjaan reaksi yang muncul adalah reaksi yang positif, maka tidak akan terjadi gangguan dalam bekerja dan tidak akan menimbulkan penyakit akibat kerja. Namun sebaliknya jika yang muncul itu adalah reaksi yang bersifat negatif maka akan terjadi gangguan dalam bekerja dan hasilnya dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.
Seorang pekerja atau tenaga kerja yang bekerja pada organisasi industri atau perusahaan yang berperilaku atau bersikap jenuh/bosan, acuh dan tak bergairah dalam melakukan pekerjaannya dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain karena tidak cocok dengan pekerjaannya itu, tidak tahu bagaimana melakukan pekerjaan yang baik, kurangnya insentif, dipindahkan kebagian yang tidak disukai atau tidak diinginkan, lingkungan kerja yang tidak kondusif atau tidak menyenangkan dan lain-lain.
Salah satu faktor yang sering terjadi dari beberapa faktor mengapa tenaga kerja ini melakukan pekerjaan dengan sikap atau reaksi yang negatif adalah dipindahkan ke bagian yang tidak disukai atau tidak diinginkan, misalnya; ada seorang tenaga kerja yang bekerja pada organisasi industri atau perusahaan yang merasa tertekan dan sering salah dalam bekerja setelah dipindahkan di bagian produksi, padahal sewaktu di bagian gudang, suasana kerjanya menyenangkan dan kepala bagiannya juga baik, dan akhirnya menimbulkan kelelahan serta sakit kepala pada tenaga kerja tersebut.

Contoh tersebut merupakan satu dari sekian banyak kejadian penyakit akibat kerja, yang kurang disadari oleh berbagai pihak bahwa penyebabnya adalah faktor psikologis dalam pekerjaan yang ternyata dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.
Keluhan yang dapat timbul bukan hanya kelelahan dan sakit kepala saja, melainkan berbagai keluhan dan penyakit lain, misalnya; mual, muntah, kesemutan, kejang-kejang, nyeri punggung, bahkan pernah dijumpai gangguan penglihatan tanpa ditemukan penyebab secara fisik yang mendasarinya.
Ratusan tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan kerja.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam pembahasan yaitu mengenai bagaimana Psikologi Industri dan Penyakit Akibat Kerja, yang terdiri atas;
1.   Apakah Defenisi Psikologi Industri ?
2. Bagaimanakah Proses Penyesuaiaan Timbal Balik Antara Tenaga Kerja dengan Lingkungan Kerja Pada Organisasi Industri dalam Pemenuhan Tuntutan dan Kebutuhan ?
3.  Bagaimanakah Pekerjaan dan Kondisi Pekerjaan yang dapat Menimbulkan Kebosanan atau Kejenuhan, Kelelahan (Fatigue) dan Kecelakaan ?
4.   Bagaimanakah Defenisi Penyakit Akibat Kerja ?
5.  Bagaimanakah Peraturan Perundangan yang Berhubungan dengan Penyakit Akibat Kerja ?
6.   Bagaimanakah Kriteria Umum Penyakit Akibat Kerja ?
7.   Apakah Penyebab Penyakit Akibat Hubungan Kerja ?
8.   Bagaimanakah Diagnosis dan Identifikasi Penyakit Akibat Hubungan Kerja ?
9.   Bagaimanakah Pemeriksaan Tempat Kerja ?
10. Bagaimanakah Penerapan Konsep Five Level of Prevention Diseases pada Penyakit Akibat Kerja ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mempermudah mengetahui Psikologi Industri dan Penyakit Akibat Kerja.
2. Tujuan Khusus
Ø  Untuk Mengetahui Defenisi Psikologi Industri.
Ø  Untuk Mengetahui Proses Penyesuaiaan Timbal Balik Antara Tenaga Kerja
Ø  dengan Lingkungan Kerja Pada Organisasi Industri dalam Pemenuhan Tuntutan dan kebutuhan.
Ø  Untuk Mengetahui Pekerjaan dan Kondisi Pekerjaan yang dapat Menimbulkan Kebosanan atau Kejenuhan, Kelelahan (Fatigue) dan Kecelakaan.
Ø  Untuk Mengetahui Defenisi Penyakit Akibat Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Peraturan Perundangan yang Berhubungan dengan Penyakit      Akibat Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Kriteria Umum Penyakit Akibat Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Penyebab Penyakit Akibat Hubungan Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Diagnosis dan Identifikasi Penyakit Akibat Hubungan Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Pemeriksaan Tempat Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Penerapan Konsep Five Level of Prevention Diseases pada Penyakit Akibat Kerja.



BAB II

PEMBAHASAN

A.  PSIKOLOGI INDUSTRI

1.  Defenisi

Psikologi Industri yaitu mempelajari perilaku manusia dalam interaksinya dengan organisasi industri atau perusahaan, dengan maksud agar dapat dipahami, diprediksikan dan sampai derajat tertentu dapat dikendalikan untuk kebaikan dirinya maupun organisasi industri (Fingret, 2000).

2.  Proses Penyesuaiaan Timbal Balik Antara Tenaga Kerja dengan Lingkungan Kerja Pada Organisasi Industri dalam Pemenuhan Tuntutan dan kebutuhan.
Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi industri, akan terjadi penyesuaian timbal balik, antara tenaga kerja dengan lingkungan kerjanya. Proses penyesuaian ini berlangsung terus menerus.
Dalam proses penyesuaian kerja ini tenaga kerja berusaha untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari lingkungan kerjannya. Namun sebaliknya juga, lingkungan kerja berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis dari para tenaga kerjanya.
Berdasarkan proses penyesuaian timbal balik antara tenaga kerja dengan lingkungan kerjanya dalam pemenuhan tuntutan dan kebutuhan dapat dibedakan menjadi 2 (Brinner and Fingret, 2000) yaitu;
a. Satisfactoriness
Satisfactoriness yaitu mengacu pada sejauh mana tenaga kerja secara perseorangan memenuhi tuntutan lingkungan kerja. Pemenuhan tuntutan-tuntutan ini akan menghasilkan produktivitas yang tinggi.

b. Satisfactions
Satisfactions yaitu mengacu pada sejauh mana lingkungan kerja memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis dari para tenaga kerja. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini akan menghasilkan kepuasan kerja dan kesehatan mental.
Tinggi rendahnya tuntutan dari lingkungan kerja akan mempunyai dampak terhadap kepuasan kerja dan kesehatan mental tenaga kerja. Makin tinggi tuntutan dari lingkungan kerja, makin menurun kepuasan dan kesehatan mental para tenaga kerja (Suma’mur, 1979; Fingret, 2000).
Dalam penyesuaian tenaga kerja dengan lingkungan kerjanya, psikologi industri membantu mengenali tenaga kerja yang sesuai dengan;
Ø  Pekerjaannya
Ø  Dalam rangka seleksi, dan
Ø  Penempatan tenaga kerja.

Interaksi antara tenaga kerja dan pekerjaan maupun lingkungan kerjanya, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, di samping kepuasan oleh tenaga kerja yang bersangkutan. Bukan sebaliknya, interaksi tersebut justru menimbulkan kontraproduktif, bahkan mengakibatkan gangguan fisik maupun mental.

B.  PEKERJAAN DAN KONDISI PEKERJAAN YANG DAPAT MENIMBULKAN KEBOSANAN ATAU KEJENUHAN, KELELAHAN (FATIGUE) DAN KECELAKAAN.

1. Kebosanan atau Kejenuhan
Kebosanan, sering kali disebut kelelahan mental. Dalam hal ini merupakan ungkapan perasaan tidak enak secara umum, yakni suatu perasaan resah, kurang menyenangkan dan lelah yang menguras seluruh minat dan tenaga.
Kebosanan dapat terjadi pada tenaga kerja yang bekerja secara monoton, berulang-ulang. Namun adakalanya kebosanan juga dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang semula dianggap mengasyikkan. Apabila tidak ditanggulangi segera, mula-mula kebosanan dapat mengurangi produktivitas, tetapi juga berpotensi untuk mendapat kecelakaan kerja. Akibat dari kebosanan atau kejemuan biasanya timbul penyakit-penyakit kejang-kejang.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan agar pekerjaan tidak membosankan, antara  lain:
1. Perlu dilakukan kesesuaian antara tenaga kerja dengan pekerjaannya. Apakah intelegensinya terlalu tinggi atau terlalu rendah untuk pekerjaan yang sedang ditekuninya? Ciri-ciri kepribadian apa sajakah yang perlu dimiliki tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan?
2.  Pekerjaan perlu diubah, misalnya dengan menambah tugas-tugas sekarang dengan tugas lain (jobenlargement), dilakukan perputaran pekerjaan (job-rotation) serta mengubah persepsi tenaga kerja tentang pekerjaannya (job enrichment).
3. Mengubah kondisi lingkungan kerja yang kurang sesuai. Misalnya pengurangan kebisingan, cahaya penerangan dengan intensitas yang tetap, warna-warni yang menyenangkan, dan sebagainya.

2. Kelelahan (fatigue)
Kelelahan berhubungan erat dengan kebosanan dalam hal ini dampaknya terhadap perilaku, meskipun sebab-sebab yang menimbulkan kedua kondisi tersebut sangat berbeda.
Kelelahan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu;
Ø  Kelelahan Fisiologis yaitu terjadi karena penggunaan yang berlebihan dari otot-otot badan.
Ø  Kelelahan Psikologis yaitu biasanya bersumber pada kebosanan.

Kedua jenis kelelahan tersebut dapat mengganggu pekerjaan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesalahan, bahkan berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja.
Pekerjaan fisik yang berat jika diperpanjang akan mengakibatkan perubahan-perubahan fisiologis yang jelas dan dapat diukur. Proses-proses seperti detak jantung, penggunaan oksigen dan ketegangan otot beroperasi pada tahap yang berbeda pada kelelahan, sedangkan aspek-aspek psikologis dari kelelahan lebih sulit untuk diukur, walaupun dirasakan juga oleh tenaga kerja sebagai sesuatu yang mengganggu atau merusak hasil kerjanya.

Dalam keadaan lelah, timbul suatu ketegangan, cepat marah dan rasa lemah.hal ini menyebabkan tenaga kerja sulit untuk memutuskan perhatian terhadap pekerjaan secara efektif. Akibat dari ketegangan dapat menimbulkan penyakit-penyakit kulit.

Dalam menghadapi kelelahan fisiologis, dapat dilakukan beberapa upaya, antara lain;
1. Seleksi yang Baik.
Terutama bagi pekerja fisik yang berat, harus dicari tenaga kerja dengan kondisi fisik yang prima, berdasarkan pemeriksaan kesehatan dalam tahap seleksi masuk.
2. Pengaturan Jadwal dan Istirahat.
Waktu dan lamanya istirahat perlu ditetapkan dengan cermat, supaya tenaga kerja dapat melepaskan lelah sesuai beban kerja. Hal ini perlu mengingat pengaturan jadwal kerja, misalnya membagi menjadi beberapa shift kerja.
3. Ruang Istirahat.
Sebaiknya dipertimbangkan pula ruang khusus untuk istirahat para tenaga kerja, apabila diperlukan. Hal ini demikian dimaksudkan agar tenaga kerja tidak beristirahat di sembarang tempat, di teras atau bahkan di dekat ruang kerja, sehingga waktu istirahat yang disediakan tidak bermanfaat optimal. Ruang istirahat sekedar bersuasana nyaman dan layak untuk beristirahat.


3. Kecelakaan (accidents)

Sebagaimana telah dikemukakan, kebosanan ternyata dapat mempengaruhi tingkat produktivitas. Kelelahan, baik fisiologis maupun psikologis, selain mempengaruhi tingkat produktivitas, juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik tenaga kerja. Disamping itu, kelelahan merupakan salah satu penyebab kecelakaan kerja.
Kecelakaan pada dasarnya merupakan suatu gejala yang telah lama menjadi perhatian masyarakat. Akibat kecelakaan dapat di bagi menjadi 2, antara lain;
1.   Kecelakaan Ringan
Kecelakaan ringan yaitu hanya mencederai badan untuk sementara saja, tetapi dapat berupa kecelakaan berat.
2.   Kecelakaan Berat
Kecelakaan berat yaitu berupa cedera tetap, misalnya buta, cacat anggota tubuh dan sebagainya.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya berbagai kecelakaan, antara lain:
a.   Jenis Pekerjaan.
Jenis pekerjaan tertentu berpotensi menimbulkan kecelakaan, terutama apabila tidak disertai dengan upaya pencegahan dan penggunaan peralatan proteksi diri dengan baik, misalnya industri konstruksi, perkayuan maupun pertambangan.
b.   Lingkungan Kerja.
Ruangan kerja yang kurang nyaman, misalnya cahaya penerangan kurang baik, suhu ruangan terlalu tinggi dan sebagainya, dapat mempengaruhi timbulnya kecelakaan kerja. Penelitian di suatu perusahaan asuransi di Amerika Serikat, menunjukkan 25% dari kecelakaan kerja akibat cahaya penerangan ruangan yang tidak baik. Suhu ruangan yang optimal untuk bekerja sekitar 20-21 ºC.

c.   Peralatan Kerja.
Peralatan kerja sering pula menjadi sumber kecelakaan kerja. Sebagian peralatan kerja, karena bentuk maupun cara penempatan yang kurang ergonomis, mudah menyebabkan kelelahan dan berpotensi menyebabkan kecelakaan.
d.   Faktor Manusia.
Tentu saja tidak kalah penting adalah faktor manusia sebagai penyebab kecelakaan. Dalam hal ini inteligensi, kesehatan dan kondisi badan serta ciri-cri kepribadian tenaga kerja yang bersangkutan. Ada beberapa kajian bahwa inteligensi berhubungan dengan perilaku bebas kecelakaan tertetu, yaitu pekerjaan yang menuntut pertimbangan (judgment). Kondisi badan berhubungan dengan jumlah kecelakaan. Tenaga kerja yang sakit, lemah, berpotensi mendapatkan kecelakaan. Berkaitan dengan ciri-ciri kepribadian, sebuah kajian menunjukkan bahwa sekelompok tenaga kerja dengan angka kecelakaan tinggi memiliki ambisi yang tinggi, di samping rasa takut dan sikap yang fatalistik.

C. PENYAKIT AKIBAT KERJA

1. Defenisi

Menurut Harjono, Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease) merupakan penyakit yang diderita karyawan dalam hubungannya dengan kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi.
Pada symposium Internasional mengenai penyakit akibat hubungan kerja yang diselenggarakan oleh ILO di Linz (Australia), dihasilkan defenisi sebagai berikut :
a.   Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease)
Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
b.   Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan (Work Related Disease)
Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.
c. Penyakit yang Mengenai Populasi Pekerja (Disease Affecting Working Population)
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.

2.   Peraturan Perundangan yang Berhubungan dengan Penyakit Akibat Kerja

a.  Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NO.02/MEN/1980, tentang  pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja.
b.  Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NO.01/MEN/1981, tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja.
c.  Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI.NO.per.05/02/1988, tentang petunjuk teknis pendaftaran pesertaan, pembayaran iuran dan pelayanan jaminan sosial tenaga kerja.
d.   Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI.NO.KPTS.333/MEN/1989, tentang diagnosa  dan pelaporan penyakit akibat kerja.
e.  Kepres RI.NO.22/1993, tentang penyakit yang ditimbulkan karena hubungan kerja.

3. Kriteria Umum Penyakit Akibat Kerja

Ada dua elemen pokok dalam mengidentifikasi penyakit akibat kerja adalah :
1.    Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit
2.  Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi dari pada masyarakat umum.
4. Penyebab Penyakit Akibat Hubungan Kerja

Penyebab penyakit akibat hubungan kerja dapat di bagi atas 5 golongan yaitu :
1.   Golongan Fisik
Seperti : bising, vibrasi, radiasi, suhu ekstrem, tekanan dan lain-lain.
2.   Golongan Kimiawi
Seperti : debu, uap, gas, larutan dan awan/kabut. Ada lebih kurang dari 100.000 bahan kimia yang sudah digunakan dalam proses industri, namun dalam daftar penyakit ILO, yang dapat di identifikasi hanya 31 bahan sebagai penyebab, sehingga dalam daftar ditambah 1 penyakit untuk bahan kimia lainnya.
3.   Golongan Biologik
Seperti : bakteri, virus, jamur, parasit dan lain-lain.
4.  Golongan Fisiologik
Disebabkan oleh kesalahan kontruksi mesin, sikap badan kurang baik, dan salah cara melakukan pekerjaan.
5.   Golongan Mental-Psikologis
Beban kerja terlalu berat, monotoni pekerjaan, stress dan depresi.

Di Negara maju, Faktor-faktor fisik, kimiawi dan biologik sudah dapat dikendalikan, sehingga gangguan kesehatan akibat faktor tersebut sudah sangat jauh berkurang. Tetapi faktor fisiologik dan mental-psikologis belum dapat dikendalikan, yang menyebabkan gangguan muskuloskeletal, stres dan penyakit psikomatis yang menjadi penyebab meningkatnya penyakit akibat hubungan kerja.

5. Diagnosis dan Identifikasi Penyakit Akibat Hubungan Kerja

Dalam mendiagnosis dan mengidentifikasi suatu penyakit akibat hubungan kerja yang terjadi pada suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu :

1.   Pendekatan Epidemiologis
Pendekatan ini terutama digunakan apabila ditemukan adanya gangguan kesehatan atau keluhan pada sekelompok pekerja apabila terdapat hubungan kausal antara pajanan dengan penyakit.
2.   Pendekatan Klinis (individual)
Pendekatan ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah seseorang menderita penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan atau tidak.

6. Pemeriksaan Tempat Kerja

Pemeriksaan ini khusus dilakukan dalam rangka pembuktian apakah memang ada exposure hazart ditempat kerja terhadap penderita yang dicurigai mempunyai penyakit akibat kerja. Caranya dengan melakukan pengukuran-pengukuran hazart yang ada ditempat kerja dimana penderita tersebut bekerja, misalnya tingkat kebisingan dengan Soun Level Meter, pengukuran zat kimia dengan alat tertentu memakai Tube zat kimia tertentu dan pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan ditempat kerja dengan melakukan pengukuran-pengukuran tersebut yang dilaksanakan diatas dimana secara :
a.  Anamnesis ada gejala penyakit, riwayat kerja dan riwayat paparan.
b.  Pemeriksaan psikis ditemukan tanda-tanda klinis untuk suatu penyakit tertentu.
c.  Dari pemeriksaan penunjang didapatkan bukti menguatkan untuk diagnosis klinis.
d. Dari biologikal monitoring hazart didapatkan bukti secara kuantitatif yang melebihi  nilai ambang batas.
e. Dan akhirnya ditunjang dari lingkungan kerja yang terdapat paparan hazart yang dicurigai melebihi nilai ambang batas.
f. Maka diagnosis penyakit akibat kerja dapat ditetapkan.



7. Penerapan Konsep Five Level of Prevention Diseases pada Penyakit Akibat Kerja

Penerapan konsep 5 tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention diseases) pada penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut (Benet dan Silalahi, Rumondang, 1985) :
1.   Health Promotion (peningkatan kesehatan)
Pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seks, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
2.   Specific Protection (perlindungan Khusus)
Imunisasi, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan.
3.   Early Diagnosis and Prompt Treatment (diagnosa dini dan pengobatan tetap)
Diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera, pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4.   Disability Limitation (membatasi kemungkinan cacat)
Memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna.
5.  Rehabilitasi (pemulihan kesehatan)
Rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan memcoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan secara spesifik dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu diantaranya;

1.   Faktor psikologis dalam pekerjaan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.
2.   Psikologi Industri yaitu mempelajari perilaku manusia dalam interaksinya dengan organisasi industri atau perusahaan, dengan maksud agar dapat dipahami, diprediksikan dan sampai derajat tertentu dapat dikendalikan untuk kebaikan dirinya maupun organisasi industri (Fingret, 2000).
3.  Psikologi industri berkaitan dengan proses penyesuaian timbal balik antara tenaga kerja dengan lingkungan kerja.
4. Kebosanan atau kejenuhan berhubungan erat dengan kelelahan (fatigue), sedangkan kelelahan itu sendiri merupakan penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
5. Upaya-upaya yang dapat dilakukan agar pekerjaan tidak membosankan, antara lain; Perlu dilakukan kesesuaian antara tenaga kerja dengan pekerjaannya, Pekerjaan perlu diubah, Mengubah kondisi lingkungan kerja yang kurang sesuai.
6.  Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya berbagai kecelakaan, antara lain; Jenis Pekerjaan, Lingkungan Kerja, Peralatan Kerja, Faktor Manusia.
7. Menurut Harjono, Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease) merupakan penyakit yang diderita karyawan dalam hubungannya dengan kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi.
8.  Ada dua elemen pokok dalam mengidentifikasi penyakit akibat kerja yaitu : adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit dan adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi dari pada masyarakat umum.
9.  Penyebab penyakit akibat hubungan kerja dapat di bagi atas 5 golongan yaitu: Golongan Fisik, Golongan Kimiawi, Golongan Biologik, Golongan Fisiologik, dan Golongan Mental-Psikologis.

B. SARAN

            Diharapkan agar para tenaga kerja jika dalam melakukan pekerjaan yang mungkin tidak disukai dan mengakibatkan kejenuhan atau kebosanan agar segeralah melakukan upaya-upaya yang bisa menghilangkan kebosanan atau kejenuhan selain dari upaya-upaya yang telah disebutkan dalam pembahasan juga bisa dilakukan dengan cara sendiri misalnya beristirahat sejenak atau refresing, dengan begitu akan terhindar dari hal-hal yang bisa menimbulkan penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja karena kondisi psikologis yang tidak seimbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar