Rabu, 12 Januari 2011

Psikologi Industri dan Penyakit Akibat Kerja


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam pekerjaannya tidak merupakan mesin yang bekerja begitu saja, tanpa perasaan, pikiran dan kehidupan sosial, karena manusia merupakan sesuatu yang paling kompleks. Maka demikian pula dengan seorang pekerja memiliki perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, dan kehidupan sosial. Dan faktor-faktor tersebut yang menyebabkan pengaruh yang tidak sedikit terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaannya.
Pekerjaan apapun akan menimbulkan reaksi psikologis bagi yang melakukan pekerjaan itu. Reaksi ini dapat bersifat positif maupun bersifat negatif. Reaksi yang bersifat positif misalnya; senang, bergairah, dan merasa sejahtera, sedangkan reaksi yang bersifat negatif misalnya; kebosanan atau kejenuhan, acuh, tidak serius dan sebagainya. Jika dalam pekerjaan reaksi yang muncul adalah reaksi yang positif, maka tidak akan terjadi gangguan dalam bekerja dan tidak akan menimbulkan penyakit akibat kerja. Namun sebaliknya jika yang muncul itu adalah reaksi yang bersifat negatif maka akan terjadi gangguan dalam bekerja dan hasilnya dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.
Seorang pekerja atau tenaga kerja yang bekerja pada organisasi industri atau perusahaan yang berperilaku atau bersikap jenuh/bosan, acuh dan tak bergairah dalam melakukan pekerjaannya dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain karena tidak cocok dengan pekerjaannya itu, tidak tahu bagaimana melakukan pekerjaan yang baik, kurangnya insentif, dipindahkan kebagian yang tidak disukai atau tidak diinginkan, lingkungan kerja yang tidak kondusif atau tidak menyenangkan dan lain-lain.
Salah satu faktor yang sering terjadi dari beberapa faktor mengapa tenaga kerja ini melakukan pekerjaan dengan sikap atau reaksi yang negatif adalah dipindahkan ke bagian yang tidak disukai atau tidak diinginkan, misalnya; ada seorang tenaga kerja yang bekerja pada organisasi industri atau perusahaan yang merasa tertekan dan sering salah dalam bekerja setelah dipindahkan di bagian produksi, padahal sewaktu di bagian gudang, suasana kerjanya menyenangkan dan kepala bagiannya juga baik, dan akhirnya menimbulkan kelelahan serta sakit kepala pada tenaga kerja tersebut.

Contoh tersebut merupakan satu dari sekian banyak kejadian penyakit akibat kerja, yang kurang disadari oleh berbagai pihak bahwa penyebabnya adalah faktor psikologis dalam pekerjaan yang ternyata dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.
Keluhan yang dapat timbul bukan hanya kelelahan dan sakit kepala saja, melainkan berbagai keluhan dan penyakit lain, misalnya; mual, muntah, kesemutan, kejang-kejang, nyeri punggung, bahkan pernah dijumpai gangguan penglihatan tanpa ditemukan penyebab secara fisik yang mendasarinya.
Ratusan tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan kerja.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam pembahasan yaitu mengenai bagaimana Psikologi Industri dan Penyakit Akibat Kerja, yang terdiri atas;
1.   Apakah Defenisi Psikologi Industri ?
2. Bagaimanakah Proses Penyesuaiaan Timbal Balik Antara Tenaga Kerja dengan Lingkungan Kerja Pada Organisasi Industri dalam Pemenuhan Tuntutan dan Kebutuhan ?
3.  Bagaimanakah Pekerjaan dan Kondisi Pekerjaan yang dapat Menimbulkan Kebosanan atau Kejenuhan, Kelelahan (Fatigue) dan Kecelakaan ?
4.   Bagaimanakah Defenisi Penyakit Akibat Kerja ?
5.  Bagaimanakah Peraturan Perundangan yang Berhubungan dengan Penyakit Akibat Kerja ?
6.   Bagaimanakah Kriteria Umum Penyakit Akibat Kerja ?
7.   Apakah Penyebab Penyakit Akibat Hubungan Kerja ?
8.   Bagaimanakah Diagnosis dan Identifikasi Penyakit Akibat Hubungan Kerja ?
9.   Bagaimanakah Pemeriksaan Tempat Kerja ?
10. Bagaimanakah Penerapan Konsep Five Level of Prevention Diseases pada Penyakit Akibat Kerja ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mempermudah mengetahui Psikologi Industri dan Penyakit Akibat Kerja.
2. Tujuan Khusus
Ø  Untuk Mengetahui Defenisi Psikologi Industri.
Ø  Untuk Mengetahui Proses Penyesuaiaan Timbal Balik Antara Tenaga Kerja
Ø  dengan Lingkungan Kerja Pada Organisasi Industri dalam Pemenuhan Tuntutan dan kebutuhan.
Ø  Untuk Mengetahui Pekerjaan dan Kondisi Pekerjaan yang dapat Menimbulkan Kebosanan atau Kejenuhan, Kelelahan (Fatigue) dan Kecelakaan.
Ø  Untuk Mengetahui Defenisi Penyakit Akibat Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Peraturan Perundangan yang Berhubungan dengan Penyakit      Akibat Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Kriteria Umum Penyakit Akibat Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Penyebab Penyakit Akibat Hubungan Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Diagnosis dan Identifikasi Penyakit Akibat Hubungan Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Pemeriksaan Tempat Kerja.
Ø  Untuk Mengetahui Penerapan Konsep Five Level of Prevention Diseases pada Penyakit Akibat Kerja.



BAB II

PEMBAHASAN

A.  PSIKOLOGI INDUSTRI

1.  Defenisi

Psikologi Industri yaitu mempelajari perilaku manusia dalam interaksinya dengan organisasi industri atau perusahaan, dengan maksud agar dapat dipahami, diprediksikan dan sampai derajat tertentu dapat dikendalikan untuk kebaikan dirinya maupun organisasi industri (Fingret, 2000).

2.  Proses Penyesuaiaan Timbal Balik Antara Tenaga Kerja dengan Lingkungan Kerja Pada Organisasi Industri dalam Pemenuhan Tuntutan dan kebutuhan.
Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi industri, akan terjadi penyesuaian timbal balik, antara tenaga kerja dengan lingkungan kerjanya. Proses penyesuaian ini berlangsung terus menerus.
Dalam proses penyesuaian kerja ini tenaga kerja berusaha untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari lingkungan kerjannya. Namun sebaliknya juga, lingkungan kerja berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis dari para tenaga kerjanya.
Berdasarkan proses penyesuaian timbal balik antara tenaga kerja dengan lingkungan kerjanya dalam pemenuhan tuntutan dan kebutuhan dapat dibedakan menjadi 2 (Brinner and Fingret, 2000) yaitu;
a. Satisfactoriness
Satisfactoriness yaitu mengacu pada sejauh mana tenaga kerja secara perseorangan memenuhi tuntutan lingkungan kerja. Pemenuhan tuntutan-tuntutan ini akan menghasilkan produktivitas yang tinggi.

b. Satisfactions
Satisfactions yaitu mengacu pada sejauh mana lingkungan kerja memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis dari para tenaga kerja. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini akan menghasilkan kepuasan kerja dan kesehatan mental.
Tinggi rendahnya tuntutan dari lingkungan kerja akan mempunyai dampak terhadap kepuasan kerja dan kesehatan mental tenaga kerja. Makin tinggi tuntutan dari lingkungan kerja, makin menurun kepuasan dan kesehatan mental para tenaga kerja (Suma’mur, 1979; Fingret, 2000).
Dalam penyesuaian tenaga kerja dengan lingkungan kerjanya, psikologi industri membantu mengenali tenaga kerja yang sesuai dengan;
Ø  Pekerjaannya
Ø  Dalam rangka seleksi, dan
Ø  Penempatan tenaga kerja.

Interaksi antara tenaga kerja dan pekerjaan maupun lingkungan kerjanya, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, di samping kepuasan oleh tenaga kerja yang bersangkutan. Bukan sebaliknya, interaksi tersebut justru menimbulkan kontraproduktif, bahkan mengakibatkan gangguan fisik maupun mental.

B.  PEKERJAAN DAN KONDISI PEKERJAAN YANG DAPAT MENIMBULKAN KEBOSANAN ATAU KEJENUHAN, KELELAHAN (FATIGUE) DAN KECELAKAAN.

1. Kebosanan atau Kejenuhan
Kebosanan, sering kali disebut kelelahan mental. Dalam hal ini merupakan ungkapan perasaan tidak enak secara umum, yakni suatu perasaan resah, kurang menyenangkan dan lelah yang menguras seluruh minat dan tenaga.
Kebosanan dapat terjadi pada tenaga kerja yang bekerja secara monoton, berulang-ulang. Namun adakalanya kebosanan juga dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang semula dianggap mengasyikkan. Apabila tidak ditanggulangi segera, mula-mula kebosanan dapat mengurangi produktivitas, tetapi juga berpotensi untuk mendapat kecelakaan kerja. Akibat dari kebosanan atau kejemuan biasanya timbul penyakit-penyakit kejang-kejang.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan agar pekerjaan tidak membosankan, antara  lain:
1. Perlu dilakukan kesesuaian antara tenaga kerja dengan pekerjaannya. Apakah intelegensinya terlalu tinggi atau terlalu rendah untuk pekerjaan yang sedang ditekuninya? Ciri-ciri kepribadian apa sajakah yang perlu dimiliki tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan?
2.  Pekerjaan perlu diubah, misalnya dengan menambah tugas-tugas sekarang dengan tugas lain (jobenlargement), dilakukan perputaran pekerjaan (job-rotation) serta mengubah persepsi tenaga kerja tentang pekerjaannya (job enrichment).
3. Mengubah kondisi lingkungan kerja yang kurang sesuai. Misalnya pengurangan kebisingan, cahaya penerangan dengan intensitas yang tetap, warna-warni yang menyenangkan, dan sebagainya.

2. Kelelahan (fatigue)
Kelelahan berhubungan erat dengan kebosanan dalam hal ini dampaknya terhadap perilaku, meskipun sebab-sebab yang menimbulkan kedua kondisi tersebut sangat berbeda.
Kelelahan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu;
Ø  Kelelahan Fisiologis yaitu terjadi karena penggunaan yang berlebihan dari otot-otot badan.
Ø  Kelelahan Psikologis yaitu biasanya bersumber pada kebosanan.

Kedua jenis kelelahan tersebut dapat mengganggu pekerjaan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesalahan, bahkan berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja.
Pekerjaan fisik yang berat jika diperpanjang akan mengakibatkan perubahan-perubahan fisiologis yang jelas dan dapat diukur. Proses-proses seperti detak jantung, penggunaan oksigen dan ketegangan otot beroperasi pada tahap yang berbeda pada kelelahan, sedangkan aspek-aspek psikologis dari kelelahan lebih sulit untuk diukur, walaupun dirasakan juga oleh tenaga kerja sebagai sesuatu yang mengganggu atau merusak hasil kerjanya.

Dalam keadaan lelah, timbul suatu ketegangan, cepat marah dan rasa lemah.hal ini menyebabkan tenaga kerja sulit untuk memutuskan perhatian terhadap pekerjaan secara efektif. Akibat dari ketegangan dapat menimbulkan penyakit-penyakit kulit.

Dalam menghadapi kelelahan fisiologis, dapat dilakukan beberapa upaya, antara lain;
1. Seleksi yang Baik.
Terutama bagi pekerja fisik yang berat, harus dicari tenaga kerja dengan kondisi fisik yang prima, berdasarkan pemeriksaan kesehatan dalam tahap seleksi masuk.
2. Pengaturan Jadwal dan Istirahat.
Waktu dan lamanya istirahat perlu ditetapkan dengan cermat, supaya tenaga kerja dapat melepaskan lelah sesuai beban kerja. Hal ini perlu mengingat pengaturan jadwal kerja, misalnya membagi menjadi beberapa shift kerja.
3. Ruang Istirahat.
Sebaiknya dipertimbangkan pula ruang khusus untuk istirahat para tenaga kerja, apabila diperlukan. Hal ini demikian dimaksudkan agar tenaga kerja tidak beristirahat di sembarang tempat, di teras atau bahkan di dekat ruang kerja, sehingga waktu istirahat yang disediakan tidak bermanfaat optimal. Ruang istirahat sekedar bersuasana nyaman dan layak untuk beristirahat.


3. Kecelakaan (accidents)

Sebagaimana telah dikemukakan, kebosanan ternyata dapat mempengaruhi tingkat produktivitas. Kelelahan, baik fisiologis maupun psikologis, selain mempengaruhi tingkat produktivitas, juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik tenaga kerja. Disamping itu, kelelahan merupakan salah satu penyebab kecelakaan kerja.
Kecelakaan pada dasarnya merupakan suatu gejala yang telah lama menjadi perhatian masyarakat. Akibat kecelakaan dapat di bagi menjadi 2, antara lain;
1.   Kecelakaan Ringan
Kecelakaan ringan yaitu hanya mencederai badan untuk sementara saja, tetapi dapat berupa kecelakaan berat.
2.   Kecelakaan Berat
Kecelakaan berat yaitu berupa cedera tetap, misalnya buta, cacat anggota tubuh dan sebagainya.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya berbagai kecelakaan, antara lain:
a.   Jenis Pekerjaan.
Jenis pekerjaan tertentu berpotensi menimbulkan kecelakaan, terutama apabila tidak disertai dengan upaya pencegahan dan penggunaan peralatan proteksi diri dengan baik, misalnya industri konstruksi, perkayuan maupun pertambangan.
b.   Lingkungan Kerja.
Ruangan kerja yang kurang nyaman, misalnya cahaya penerangan kurang baik, suhu ruangan terlalu tinggi dan sebagainya, dapat mempengaruhi timbulnya kecelakaan kerja. Penelitian di suatu perusahaan asuransi di Amerika Serikat, menunjukkan 25% dari kecelakaan kerja akibat cahaya penerangan ruangan yang tidak baik. Suhu ruangan yang optimal untuk bekerja sekitar 20-21 ºC.

c.   Peralatan Kerja.
Peralatan kerja sering pula menjadi sumber kecelakaan kerja. Sebagian peralatan kerja, karena bentuk maupun cara penempatan yang kurang ergonomis, mudah menyebabkan kelelahan dan berpotensi menyebabkan kecelakaan.
d.   Faktor Manusia.
Tentu saja tidak kalah penting adalah faktor manusia sebagai penyebab kecelakaan. Dalam hal ini inteligensi, kesehatan dan kondisi badan serta ciri-cri kepribadian tenaga kerja yang bersangkutan. Ada beberapa kajian bahwa inteligensi berhubungan dengan perilaku bebas kecelakaan tertetu, yaitu pekerjaan yang menuntut pertimbangan (judgment). Kondisi badan berhubungan dengan jumlah kecelakaan. Tenaga kerja yang sakit, lemah, berpotensi mendapatkan kecelakaan. Berkaitan dengan ciri-ciri kepribadian, sebuah kajian menunjukkan bahwa sekelompok tenaga kerja dengan angka kecelakaan tinggi memiliki ambisi yang tinggi, di samping rasa takut dan sikap yang fatalistik.

C. PENYAKIT AKIBAT KERJA

1. Defenisi

Menurut Harjono, Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease) merupakan penyakit yang diderita karyawan dalam hubungannya dengan kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi.
Pada symposium Internasional mengenai penyakit akibat hubungan kerja yang diselenggarakan oleh ILO di Linz (Australia), dihasilkan defenisi sebagai berikut :
a.   Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease)
Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
b.   Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan (Work Related Disease)
Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.
c. Penyakit yang Mengenai Populasi Pekerja (Disease Affecting Working Population)
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.

2.   Peraturan Perundangan yang Berhubungan dengan Penyakit Akibat Kerja

a.  Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NO.02/MEN/1980, tentang  pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja.
b.  Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NO.01/MEN/1981, tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja.
c.  Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI.NO.per.05/02/1988, tentang petunjuk teknis pendaftaran pesertaan, pembayaran iuran dan pelayanan jaminan sosial tenaga kerja.
d.   Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI.NO.KPTS.333/MEN/1989, tentang diagnosa  dan pelaporan penyakit akibat kerja.
e.  Kepres RI.NO.22/1993, tentang penyakit yang ditimbulkan karena hubungan kerja.

3. Kriteria Umum Penyakit Akibat Kerja

Ada dua elemen pokok dalam mengidentifikasi penyakit akibat kerja adalah :
1.    Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit
2.  Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi dari pada masyarakat umum.
4. Penyebab Penyakit Akibat Hubungan Kerja

Penyebab penyakit akibat hubungan kerja dapat di bagi atas 5 golongan yaitu :
1.   Golongan Fisik
Seperti : bising, vibrasi, radiasi, suhu ekstrem, tekanan dan lain-lain.
2.   Golongan Kimiawi
Seperti : debu, uap, gas, larutan dan awan/kabut. Ada lebih kurang dari 100.000 bahan kimia yang sudah digunakan dalam proses industri, namun dalam daftar penyakit ILO, yang dapat di identifikasi hanya 31 bahan sebagai penyebab, sehingga dalam daftar ditambah 1 penyakit untuk bahan kimia lainnya.
3.   Golongan Biologik
Seperti : bakteri, virus, jamur, parasit dan lain-lain.
4.  Golongan Fisiologik
Disebabkan oleh kesalahan kontruksi mesin, sikap badan kurang baik, dan salah cara melakukan pekerjaan.
5.   Golongan Mental-Psikologis
Beban kerja terlalu berat, monotoni pekerjaan, stress dan depresi.

Di Negara maju, Faktor-faktor fisik, kimiawi dan biologik sudah dapat dikendalikan, sehingga gangguan kesehatan akibat faktor tersebut sudah sangat jauh berkurang. Tetapi faktor fisiologik dan mental-psikologis belum dapat dikendalikan, yang menyebabkan gangguan muskuloskeletal, stres dan penyakit psikomatis yang menjadi penyebab meningkatnya penyakit akibat hubungan kerja.

5. Diagnosis dan Identifikasi Penyakit Akibat Hubungan Kerja

Dalam mendiagnosis dan mengidentifikasi suatu penyakit akibat hubungan kerja yang terjadi pada suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu :

1.   Pendekatan Epidemiologis
Pendekatan ini terutama digunakan apabila ditemukan adanya gangguan kesehatan atau keluhan pada sekelompok pekerja apabila terdapat hubungan kausal antara pajanan dengan penyakit.
2.   Pendekatan Klinis (individual)
Pendekatan ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah seseorang menderita penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan atau tidak.

6. Pemeriksaan Tempat Kerja

Pemeriksaan ini khusus dilakukan dalam rangka pembuktian apakah memang ada exposure hazart ditempat kerja terhadap penderita yang dicurigai mempunyai penyakit akibat kerja. Caranya dengan melakukan pengukuran-pengukuran hazart yang ada ditempat kerja dimana penderita tersebut bekerja, misalnya tingkat kebisingan dengan Soun Level Meter, pengukuran zat kimia dengan alat tertentu memakai Tube zat kimia tertentu dan pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan ditempat kerja dengan melakukan pengukuran-pengukuran tersebut yang dilaksanakan diatas dimana secara :
a.  Anamnesis ada gejala penyakit, riwayat kerja dan riwayat paparan.
b.  Pemeriksaan psikis ditemukan tanda-tanda klinis untuk suatu penyakit tertentu.
c.  Dari pemeriksaan penunjang didapatkan bukti menguatkan untuk diagnosis klinis.
d. Dari biologikal monitoring hazart didapatkan bukti secara kuantitatif yang melebihi  nilai ambang batas.
e. Dan akhirnya ditunjang dari lingkungan kerja yang terdapat paparan hazart yang dicurigai melebihi nilai ambang batas.
f. Maka diagnosis penyakit akibat kerja dapat ditetapkan.



7. Penerapan Konsep Five Level of Prevention Diseases pada Penyakit Akibat Kerja

Penerapan konsep 5 tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention diseases) pada penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut (Benet dan Silalahi, Rumondang, 1985) :
1.   Health Promotion (peningkatan kesehatan)
Pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seks, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
2.   Specific Protection (perlindungan Khusus)
Imunisasi, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan.
3.   Early Diagnosis and Prompt Treatment (diagnosa dini dan pengobatan tetap)
Diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera, pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4.   Disability Limitation (membatasi kemungkinan cacat)
Memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna.
5.  Rehabilitasi (pemulihan kesehatan)
Rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan memcoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan secara spesifik dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu diantaranya;

1.   Faktor psikologis dalam pekerjaan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.
2.   Psikologi Industri yaitu mempelajari perilaku manusia dalam interaksinya dengan organisasi industri atau perusahaan, dengan maksud agar dapat dipahami, diprediksikan dan sampai derajat tertentu dapat dikendalikan untuk kebaikan dirinya maupun organisasi industri (Fingret, 2000).
3.  Psikologi industri berkaitan dengan proses penyesuaian timbal balik antara tenaga kerja dengan lingkungan kerja.
4. Kebosanan atau kejenuhan berhubungan erat dengan kelelahan (fatigue), sedangkan kelelahan itu sendiri merupakan penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
5. Upaya-upaya yang dapat dilakukan agar pekerjaan tidak membosankan, antara lain; Perlu dilakukan kesesuaian antara tenaga kerja dengan pekerjaannya, Pekerjaan perlu diubah, Mengubah kondisi lingkungan kerja yang kurang sesuai.
6.  Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya berbagai kecelakaan, antara lain; Jenis Pekerjaan, Lingkungan Kerja, Peralatan Kerja, Faktor Manusia.
7. Menurut Harjono, Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease) merupakan penyakit yang diderita karyawan dalam hubungannya dengan kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi.
8.  Ada dua elemen pokok dalam mengidentifikasi penyakit akibat kerja yaitu : adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit dan adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi dari pada masyarakat umum.
9.  Penyebab penyakit akibat hubungan kerja dapat di bagi atas 5 golongan yaitu: Golongan Fisik, Golongan Kimiawi, Golongan Biologik, Golongan Fisiologik, dan Golongan Mental-Psikologis.

B. SARAN

            Diharapkan agar para tenaga kerja jika dalam melakukan pekerjaan yang mungkin tidak disukai dan mengakibatkan kejenuhan atau kebosanan agar segeralah melakukan upaya-upaya yang bisa menghilangkan kebosanan atau kejenuhan selain dari upaya-upaya yang telah disebutkan dalam pembahasan juga bisa dilakukan dengan cara sendiri misalnya beristirahat sejenak atau refresing, dengan begitu akan terhindar dari hal-hal yang bisa menimbulkan penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja karena kondisi psikologis yang tidak seimbang.

Organisasi,Koordinasi, Wewenang Delegasi, dan Penyusun personalia Organisasi

 A. Kata Pengantar

Banyak bentuk organisasi di masyarakat, misalnya negara, partai politik, perkumpulan masyarakat, bahkan bentuk organisasi yang paling kecil yaitu keluarga dan lain sebagainya. Kata organisasi mempunyai dua pengertian umum, yaitu sebagai suatu lembaga atau fungsional, seperti perguruan tinggi, rumah sakit, perwakilan pemerintah, perwakilan dagang, perkumpulan olah raga dan lain sebagainya, lainnya sebagai proses pengorganisasian pengalokasian dan penugasan para anggotanya untuk mencapai tujuan yang efektif

Dalam bab ini akan dibahas mengenai organisasi, wewenang delegasi, koordinasi dan tentang manajemen, serta penyusunan personalia.

B. Definisi Organisasi (Organization)

Pengorganisasian (organizing) merupakan proses penyusunan anggota dalam bentuk struktur organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dengan sumber daya yang dimiliki dan lingkungan yang melingkupinya baik intern maupun ekstern. Dua aspek utama dalam organisasi yaitu departementasi dan pembagian kerja yang merupakan dasar proses pengorganisasian.James D. Mooney mengatakan “Organisasi yaitu bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersana, “ sedang Chester I. Bernard memberikan pengertian organisasi yaitu suatu system aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Organisasi merupakan proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas diantara para anggota untuk mencapai tujuan.
Jadi organisasi dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Organisasi dalam arti badan yaitu kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Organisasi dalam arti bagan yaitu gambaran skematis tentang hubungan kerjasama dari orang-orang yang terlibat dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.

Unsur-unsur dasar yang membentuk organisasi yaitu :

1. Adanya tujuan bersama

2. Adanya kerjasama dua orang atau lebih

3. Adanya pembagian tugas

4. Adanya kehendak untuk bekerja sama

C. Struktur Organisasi

Didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal organisasi diolah. Struktur ini terdiri dari unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan ukuran satuan kerja.

Faktor-faktor yang menentukan perancangan struktur organisasi yaitu :

1. Strategi organisasi pencapaian tujuan.

2. Perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi output akan membedakan bentuk struktur organisasi.

3. Kemampuan dan cara berpikir para anggota serta kebutuhan mereka juga lingkungan sekitarnya perlu dipertimbangkan dalam penyusunan struktur perusahaan.

4. Besarnya organisasi dan satuan kerjanya mempengaruhi struktur organisasi.
Unsur-unsur struktur organisasi terdiri dari :

1) Spesialisasi kegiatan

2) Koordinasi kegiatan

3) Standarisasi kegiatan

4) Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusan

5) Ukuran satuan kerja





D. Bentuk-bentuk Organisasi

Bagan organisasi memperlihatkan tentang susunan fungsi-fungsi dan departementasi yang menunjukkan hubungan kerja sama.

Bagan ini menggambarkan lima aspek utama suatu struktur organisasi, yaitu :

1. Pembagian kerja

2. Rantai perintah

3. Tipe pekerjaan yang dilaksanakan

4. Pengelompokan segmen-segmen pekerjaan

5. Tingkatan manajemen

Adapun cara penggambaran bagan struktur organisasi menurut Henry G. Hodges dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Bentuk Piramidal

2. Bentuk Vertikal

3. Bentuk Horisontal

4. Bentuk Melingkar





Bentuk-bentuk organisasi dapat dibedakan atas :
Organisasi Garis

Merupakan bentuk organisasi tertua dan paling sederhana, diciptakan oleh Henry Fayol. Ciri-ciri bentuk organisasi ini yaitu organisasinya masih kecil, jumlah karyawan sedikit dan saling mengenal serta spesialisasi kerja belum tinggi.

Kebaikannya :

a. Kesatuan komando terjamin sepenuhnya karena pimpinan berada pada satu tangan.

b. Garis komando berjalan secara tegas, karena pimpinan berhubungan langsung dengan bawahan.

c. Proses pengambilan keputusan cepat.

d. Karyawan yang memiliki kecakapan yang tinggi serta yang rendah dapat segera diketahui, juga karyawan yang rajin dan malas.

Rasa solidaritas tinggi.

Kelemahannya:

a. Seluruh organisasi tergantung pada satu orang saja, apabila dia tidak mampu melaksanakan tugas maka seluruh organisasi akan terancam kehancuran.

b. Adanya kecenderungan pimpinan bertindak secara otokratis.

c. Kesempatan karyawan untuk berkembang terbatas.


Organisasi Garis dan Staf

Dianut oleh organisasi besar, daerah kerjanya luas dan mempunyai bidang tugas yang beraneka ragam serta rumit dan jumlah karyawannya banyak. Staf yaitu orang yang ahli dalam bidang tertentu tugasnya memberi nasihat dan saran dalam bidang kepada pejabat pimpinan di dalam organisasi.

Kebaikannya :

a. Dapat digunakan dalam organisasi yang besar maupun kecil, serta apapun tujuan perusahaan.

b. Terdapatnya pembagian tugas antara pimpinan dengan pelaksana sebagai akibat adaya staf ahli.

c. Bakat yang berbeda yang dimiliki oleh setiap karyawan dapat ditentukan menjadi suatu spesiali-sasi.

d. Prinsip penempatan orang yang tepat pada posisi yang tepat pula.

e. Pengambilan keputusan dapat cepat walaupun banyak orang yang diajak berkonsultasi, karena pimpinan masih dalam satu tangan.

f. Koordinasi lebih baik karena adanya pembagian tugas yang terperinci.

g. Semangat kerja bertambah besar karena pekerjaannya disesuaikan dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki.









Kelemahannya :

a. Rasa solidaritas menjadi berkurang, karena karyawan menjadi tidak saling mengenal.

b. Perintah-perintah menjadi kabur dengan nasehat dari staf, karena atasan dengan staf dapat terjadi adanya perintah sendiri-sendiri padahal kewenangannya berbeda

c. Kesatuan komando berkurang.

d. Koordinasi kurang baik pada tingkat staf dapat mengakibatkan adanya hambatanpelaksanaan tugas.


Organisasi Fungsional

Organisasi yang disusun atas dasar yang harus dilaksanakan. Organisasi ini dipakai pada perusahaan yang pembagian tugasnya dapat dibedakan dengan jelas.

Kebaikannya :

a. Pembidangan tugas menjadi lebih jelas.

b. Spesialisasi karyawan lebih efektif dan dikembangkan.

c. Solidaritas kerja, semangat kerja karyawan tinggi.

d. Koordinasi berjalan lancar dan tertib.

Kelemahannya :

a. Karyawan terlalu memperhatikan bidang spesialisasi sendiri saja

b. Koordinasi menyeluruh sukar dilaksanakan.

c. Menimbulkan rasa kelompok yang sangat sempit dari bagian yang sama sehingga sering timbul konflik.



4. Organisasi Panitia

Organisasi dibentuk hanya untuk sementara waktu saja, setelah tugas selesai maka selesailah organisasi tersebut.

Kebaikannya :

a. Segala keputusan dipertimbangkan masak-masak dalam pembahasan yang dalam dan terperinci.

b. Kemungkinan pimpinan bertindak otoriter sangat kecil.

c. Koordinasi kerja telah dibahas oleh suatu team.

Kelemahannya :

a. Proses pengambilan keputusan memerlukan diskusi yang berlarut-larut yang menghambat pelaksanaan tugas.

b. Tanggung jawabnya tidak jelas, karena tanggung jawabnya sama.

c. Kreatifitas karyawan terhambat dan sukar untuk dikembangkan, karena faktor kreatifitas lebih dipentingkan.



E. Organisasi Formal dan Informal

Ragam arti organisasi banyak sekali seperti organisasi statis, organisasi dinamis,

organisasi formal, organisasi informal, organisasi tunggal, organisasi jamak, organisasi

daerah, organisasi regional, organisasi negara, organisasi internasional dan lain

sebagainya.

Ada beberapa saja yang akan dibahas di sini, yaitu :

Ø Organisasi Statis: Yaitu gambaran skematis hubungan-hubungan kerjasama yang terdapat dalam organisasi untuk mencapai suatu tujuan.

Ø Organisasi Dinamis: Yaitu kegiatan yang berhubungan dengan usaha merencanakan skema organisasi, mengadakan departementasi dan menetapkan wewenang, tugas dan tanggung jawab.

Ø Organisasi Formal: Yaitu sistem kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dikoordinir untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan secara rasional.

Ø Organisasi Informal: Yaitu kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang tidak dikoordinir untuk mencapai tujuan yang disadari tapi akhirnya mempunyai tujuan bersama, dimana kedudukan dan fungsi-fungsi yang dilakukan tampak kabur.











F. Departementasi (Departementation)

Efesiensi kerja tergantung kepada keberhasilan integrasi satuan-satuan yang bermacam-macam dalam organisasi. Proses penentuan cara bagaimana kegiatan dikelompokan disebutkan departementasi.

Macam bentuk departementasi yaitu :
Departementasi Fungsional

Mengelompokkan fungsi yang sama atau kegiatan sejenis untuk membentuk satuan

organisasi. Ini merupakan bentuk organisasi yang paling umum dan bentuk dasar

departementasi.
Kebaikannya :

a. Pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi-fungsi utama

b. Menciptakan efisiensi melalui spesialisasi

c. Memusatkan keahlian organisasi

d. Memungkinkan pengawasan mana-jemen puncak terhadap fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi.

Kelemahannya :

a. Menciptakan konflik antar fungsi

b. Adanya kemacetan pelaksanaan tugas

c. Umpan balik yang lambat

d. Memusatkan pada kepentingan tugasnya

e. Para anggota berpandangan lebih sempit serta kurang inovatif.


Departemen Devisional

Dengan membagi divisi-divisi atas dasar produk, wilayah, langganan, dan proses, dimana tiap divisi merancang, memproduksi dan memasarkan produknya sendiri.

a. Struktur organisasi divisional atas dasar produk

Setiap departementasi bertanggung jawab atas suatu produk yang berhubungan. Struktur ini dipakai bila teknologi pemrosesan dan metode pemasaran sangat berbeda.

b. Struktur organisasi divisional atas dasar wilayah.

Pengelompokkan kegiatan atas dasar tempat dimana operasi berlokasi atau menjalankan usahanya. Faktor yang menjadi pertimbangan adalah bahan baku, tenaga kerja, pemasaran, transportasi dan lain sebagainya.

c. Struktur organisasi divisional atas dasar langganan

Pengelompokkan kegiatan yang dipusatkan pada penggunaan produk, terutama dalam kegiatan pengelompokkan penjualan, pelayanan.



G. Koordinasi (Coordination)

Untuk melihat kemampuan seorang manajer dalam memimpin dan melakukan koordinasi dilihat dari besar kecilnya jumlah bawahan yang ada dalam tanggung jawabnya, yang dikenal sebagai rentang manajemen. Koordinasi didefinisikan sebagai proses penyatuan tujuan-tujuan perusahaan dan kegiatan pada tingkat satu satuan yang terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Koordinasi dibutuhkan sekali oleh para karyawannya, sebab tanpa ini setiap karyawan tidak mempunyai pegangan mana yang harus diikuti, yang akhirnya akan merugikan organisasi itu sendiri.

1. Pedoman Koordinasi :

a. Koordinasi harus terpusat, sehingga ada unsur pengendalian guna menghindari tiap bagian bergerak sendiri-sendiri yang merupakan kodrat yang telah ada dalam setiap bagian, ingat bahwa organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang punya kebutuhan dan keinginan berbeda.

b. Koordinasi harus terpadu, keterpaduan pekerjaan menunjukkan keadaan yang saling mengisi dan memberi.

c. Koordinasi harus berkesinambungan, yaitu rangkaian kegiatan yang saling menyambung, selalu terjadi, selalu diusahakan dan selalu ditegaskan adanya keterkaitan dengan kegiatan sebelumnya.

d. Koordinasi harus menggunakan pendekatan multi instansional, dengan ujud saling memberikan informasi yang relevan untuk menghindarkan saling tumpang tindih tugas yang satu dengan tugas yang lain.





2. Kebaikan dan Habatan Koordinasi yang Efektif

Kebaikan :

a. Beban tiap bagian tidak terlalu berat, karena adanya keseimbangan antar bagian.

b. Tiap bagian akan memperoleh infor-masi yang jelas dalam partisipasi pencapaiantujuan dan tahu peranan-nya masing-masing sehingga dapat memberikan saran dan komentar ter-hadap kemungkinan ketidak serasian antar bagian.

c. Skedul kerja saling terkait sehingga menjamin penyelesaian pekerjaan tepat pada waktunya.

Kelemahan:

a. Perbedaan tiap bagian dalam orientasi pencapaian tujuan.

b. Perbedaan dalam orientasi waktu

c. Perbedaan orientasi antar pribadi

d. Perbedaan dalam formalitas struktur



3. Pendekatan Untuk Mencapai Koordinasi yang Efektif

a. Menggunakan pendekatan teknik-teknik dasar manajemen yang berupa hirarki manajerial, rencana dan tujuan sebagai dasar bertindak.

b. Meningkatkan koordinasi potensial bila tiap bagian saling tergantung satu dengan lainnya serta lebih luas dalam ukuran dan fungsi. Koordinasi ini dapat ditingkatkan dengan melalui dua cara, yaitu :

1) Sistem informasi vertikal, penyaluran data-data melalui tingkatan-tingkatan organisasi. Komunikasi ini bisa di dalam atau di luar lantai perintah.

2) Hubungan lateral (horizontal), dengan membiarkan informasi dipertukarkan dan keputusan dibuat pada tingkat dimana informasi diperlukan. Ada beberapa hubungan lateral :

ü Hubungan langsung

ü Hubungan kelompok langsung

ü Hubungan silang

H. Rentang Manajemen (Span of Control)

Prinsip rentang manajemen berkaitan dengan jumlah bawahan yang dapat dikendalikan

secara efektif oleh seorang manajer. Pengertian rentang manajemen dapat bermacam-

macam ada yang mengatakan span of control, span of authority, span of attention atau

span of supervition.

Berapa sebenarnya bawahan seorang manajer agar manajer dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif dan efisien. Disini belum ada ketentuan yang pasti berapa seharusnya bawahan yang ada dalam tanggung jawabnya. Bawahan yang terlalu banyak kurang baik, demikian pula jumlah bawahan yang terlalu sedikit juga kurang baik. Ada dua alasan mengapa penentuan rentang yang baik dan tepat. Pertama rentang manejemen mempengaruhi penggunaan efisiensi dari manajer dan pelaksanaan kerja efektif dan bawahan mereka. Kedua, adanya hubungan antara rentang manajemen dengan struktur organisasi, dimana semakin sempit tentang manajemen struktur organisasi akan berbentuk “tall” sedang rentang manajemen yang melebar akan membentuk struktur organisasi “flat” yang berarti tingaktan manajemen semakin sedikit.



I. Wewenang ( Authority )

Wewenang merupakan syaraf yang berfungsi sebagai penggerak dari pada kegiatan-kegiatan. Wewenang yang bersifat informal, untuk mendapatkan kerjasama yang baik dengan bawahan. Disamping itu wewenang juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan. Wewenang berfungsi untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang ada dalam organisasi.

Wewenang dapat diartikan sebagai hak untuk memerintah orang lain untuk melalukan atau tidak melakukan sesuatu agar tujuan dapat tercapai T. Hani Handoko membagi wewenang dalam dua sumber, yaitu teori formal ( pandangan klasik ) dan teori penerimaan. Wewenang formal merupakan wewenang pemberian atau pelimpahan dari orang lain. Wewenang ini berasal dari tingkat masyarakat yang sangat tinggi dan secara

hukum diturunkan dari tingkat ke tingkat. Berdasarkan teori penerimaan ( acceptance theory of authority ) wewenang timbul hanya bila hal diterima oleh kelompok atau individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan dan ini tidak tergantung pada penerima ( reciver ).

Chester Bamard mengatakan bahwa seseorang bersedia menerima komunikasi yang

bersifat kewenangan bila memenuhi :

1. Memahami kominikasi tersebut

2. Tidak menyimpang dari tujuan organisasi

3. tidak bertentangan dengan kepentingan pribadi

4. mampu secara mental dan phisik untuk mengikutinya.



Agar wewenang yang dimiliki oleh seseorang dapat di taati oleh bawahan maka

diperlukan adannya.

1) Kekuasaan ( power ) yaitu kemampuan untuk melakukan hak tersebut, dengan cara mempengaruhi individu, kelompok, keputusan. Menurut jenisnya kekuasaan dibagi menjadi dua yaitu :

a. Kekuasaan posisi ( position power ) yang didapat dari wewenang formal, besarnya ini tergantung pada besarnya pendelegasian orang yang menduduki posisi tersebut.

b. Kekuasaan pribadi ( personal power ) berasal dari para pengikut dan didasarkan pada seberapa besar para pengikut mengagumi, respek dan merasa terikat pada pimpinan.Menurut sumbernya wewenang dibagi menjadi:

ü Kekuasaan balas jasa ( reward power ) berupa uang, suaka, perkembangan karier dan sebagainya yang diberikan untuk melaksanakan perintah atau persyaratan lainnya.

ü Kekuasaan paksaan ( Coercive power ) berasal dari apa yang dirasakan oleh seseorang bahwa hukuman ( dipecat, ditegur, dan sebagainya ) akan diterima bila tidak melakukan perintah,

ü Kekuasaan sah ( legitimate power ) Berkembang dari nilai-nilai intern karena seseorang tersebut telah diangkat sebagai pemimpinnya.

ü Kekuasaan pengendalian informasi ( control of information power ) berasal dari pengetahuan yang tidak dipercaya orang lain, ini dilakukan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan.

ü Kekuasaan panutan ( referent power ) didasarkan atas identifikasi orang dengan pimpinan dan menjadikannya sebagai panutan.

ü Kekuasaan ahli ( expert power ) yaitu keahlian atau ilmu pengetahuan seseorang dalam bidangnya.

2) Tanggung jawab dan akuntabilitas tanggung jawab ( responsibility yaitu kewajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul bila seorang bawahan menerima wewenang dari atasannya. Akuntability yaitu permintaan pertanggung jawaban atas pemenuhan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya. Yang penting untuk diperhatikan bahwa wewenang yang diberikan harus sama dengan besarnya tanggung jawab yang akan diberikan dan diberikan kebebasan dalam menentukan keputusan-keputusan yang akan diambil.

3) Pengaruh ( influence ) yaitu transaksi dimana seseorang dibujuk oleh orang lain untuk melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan harapan orang yang mempengaruhi. Pengaruh dapat timbul karena status jabatan, kekuasaan dan menghukum, pemilikan informasi lengkap juga penguasaan saluran komunikasi yang lebih baik.



J. Lini Dan Staf

Staf tugasnya memberi layanan dan nasehat kepada manajer dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Staf di dalam melaksanakan fungsinya tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan utama perusahaan atau organisasi.

Tugas yang dilakukan oleh ini merupakan tugas-tugas pokok dari suatu organisasi atau perusahaan. Dalam pengetatan yang harus dibuat oleh organisasi dalam saat yang kritis ditentukan oleh pilihan terhadap departemen lini atau staff ini tergantung dari situasi yang dihadapi.Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang duduk sebagai staf yaitu dengan menganalisa melalui metode kuisioner, metode observasi, metode wawancara atau dengan menggabungkan ketiganya.







Baishline mengajukan enam pokok kualifikasi yang harus dipengaruhi oleh seorang staf yaitu :

1) Pengetahuan yang luas tempat diamana dia bekerja,

2) Punya sifat kesetiaan tenaga yang besar, kesehatan yang baik, inisiatif, pertimbangan yang baik dan kepandaian yang ramah,

3) Punya semangat kerja sama yang ramah,

4) Kestabilan emosi dan tingkat laku yang sopan,

5) Kesederhanaan,

6) Kemauan baik dan optimis.



Kualifikasi utama yaitu memiliki keahlian pada bidangnya dan punya loyalitas yang

tinggi. Konsekkuensi organisasi yang menggunakan staf yaitu menambah biaya

administrasi struktur orgasisasi menjadi komplek dan kekuasaan, tanggung jawab serta

akuntabilitas.


Wewenang lini ( Lini Authority )

Yaitu atasan langsung memberi wewenang kepada bawahannya, wujudnya dalam

wewenang perintah dan tercermin sebagai rantai perintah yang diturunkan ke bawahan

melalui tingkatan organisasi.



Wewenang Staf ( Staff authority )

Yaitu hak para staf atau spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi konsultasi pada personalia lini.

Hal yang perlu diperintahkan dalam mendelegasikan suatu kegiatan kepada orang yang ditunjuk yaitu:

1. Menetapkan dan memberikan tujuan serta kegiatan yang akan dilakukan.

2. Melimpahkan sebagian wewenangnya kepada orang yang di tunjuk.

3. Orang yang ditunjuk mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan agar tercapainya tujuan.

4. Menerima hasil pertanggung jawaban bawahan atas kegiatan yang dilimpahkan.

K. Sentralisasi Dan Desentralisasi

Sentralisasi berarti ada pemutusan dalam pendelegasian wewenang pada tingkat atas, sedangkan desentralisasi berhubungan dengan sampai dimana manajer melimpahkan

wewenangnya kepada bawahan, apakah hanya sampai kepala bagian, kepala devisi atau

kepala cabang dan lain sebagainya.

Ternyata dengan desentralisasi tugas dan wewenang semua kegiatan dimonitor secara cepat dan tepat. Ada faktor yang mempengaruhi derajat desentralisasi yaitu :

1. Filsafat manajemen

2. Ukuran dan tingkat pertumbuhan organisasi

3. Startegi dan lingkungan organisasi

4. Penyebaran geografis organisasi

5. Tersedianya peralatan pengawasan yang efektif

6. Keanekaragaman produk dan jasa

7. Karakteristik organisasi lainnya.

8. Kualitas manajer



L. Penyusunan Personalia ( Staffing )

Proses Penyusunan Personalia

Fungsi ini dilaksanakan dalam dua tipe lingkungan, yaitu lingkungan eksternal yaitu

semua faktor diluar organisasi yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi

organisasi dan lingkungan internal yaitu semua factor di dalam organisasi.

Proses penyusunan personalia terdiri atas :

1. Perencanaan sumber daya manusia

2. Penarikan tenaga kerja

3. Penyeleksian tenaga kerja

4. Pengenalan dan orientasi organisasi

5. Latihan dan pengembangan karyawan

6. Penilaian pelaksanaan kerja karyawan

7. Pemberian balas jasa dan penghargaan

8. Perencanaan dan pengembangan karier.